Senin, 16 November 2009

Tugas Teknik Tenaga Listrik

MAKALAH

PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK PANAS LAUT




Disusun oleh :

  1. Novi Maulana (30408620)

Kelas : 2 ID 02


Jurusan : Teknik Industri


Tugas : Teknik Tenaga Listrik



UNIVERSITAS GUNADARMA

2009




Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut



Abstrak
Lautan yang meliputi dua per tiga permukaan bumi, menerima energi panas yang berasal dari penyinaran matahari. Lautan befungsi sebagai suatu penampungan yang cukup besar dari energi surya yang mencapai bumi. Kira-kira seperempat dari daya surya sebesar 1,7 x 1017 watt yang mencapai atmosfer diserap oleh lautan.

Pemanasan dari permukaan air di daerah tropical mengakibatkan permukaaan air laut memiliki suhu kira-kira 27 - 30oC. Bilamana air permukaan yang hangat ini dipakai dalam kombinasi dengan air yang lebih dingin (5 - 7oC) pada kedalaman 500 - 600 meter.

Menurut rancangan-rancangan terkini energi listrik akan dapat dibangkitkan dalam pusat-pusat listrik tenaga panas laut (PLT-PL) dengan menggunakan siklus Rankine rangkaian tertutup maupun terbuka. Selisih suhu sebesar 20oC akan tersedia selama 24 jam sehari dan sepanjang tahun. Hal ini jauh lebih menguntungkan dibanding dengan pemanfaatan sinar matahari di daratan, yang tersedia hanya siang hari, itupun bilamana udara tidak mendung atau cuaca tidak hujan. Bilamana selisih 20oC itu dimanfaatkan dengan suatu efisiensi efektif sebesar misalnya 1,2%, maka suatu arus air sebesar 5 meter kubik per detik akan dapat menghasilkan daya elektrik bersih dengan daya sebesar kira-kira 1 MW.

Sejumlah arus air yang meliputi 500 meter kubik per detik yang akan diperlukan untuk dapat membuat suatu PLT-PL yang besar, misalnya 100 MW. Dengan demikian maka taraf efisiensi yang perlu diusahakan untuk ditingkatkan.
Kata kunci : air laut, panas bumi, siklus rankine, PLT-PL

1. Pendahuluan

Tenaga merupakan suatu unsur penunjang yang sangat penting bagi pengembangan secara menyeluruh suatu bangsa. Pemanfaatan secara tepat guna akan merupakan suatu alat yang ampuh untuk merangsang pertumbuhan perekonomian negara. Berdasarkan alasan tersebut, dapat dimengerti apabila pada akhir-akhir ini permintaan akan pembangkit tenaga semakin meningkat di negara-negara seluruh dunia. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa, ditinjau dari segi kebutuhan tenaga, hampir dapat dipastikan semua negara di dunia benar-benar sedang mengalami “ krisis energi “ dan berbagai kesibukan dilakukan untuk menjajagi pemanfaatan berbagai alternatif pembangkit energi untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.

Tenaga listrik memegang peranan penting dalam pengembangan ekonomi dan pembangunan suatu bangsa. Kebutuhan tenaga listrik pada umumnya akan naik, dengan laju pertumbuhan berkisar 3 – 20 % pertahun, terutama tergantung pada pertumbuhan ekonomi dan laju perkembangan industri suatu negara. Hal ini berpengaruh terhadap penyediaan energi listrik. Semakin jelas bahwa harus ada suatu gagasan baru mengenai sumber-sumber penghasil energi dan rumusan program-program pelaksanaan dengan efisiensi maksimal.

Penyediaan tenaga listrik bagi keperluan sektoral sampai saat ini dibangkitkan dengan minyak. Investasi pembangkit listrik dengan bahan bakar minyak mahal, sehingga hal ini membuka kesempatan bagi upaya diversifikasi, dengan pemakaian minyak pada sektoral dapat digantikan dengan pemakaian tenaga listrik yang dibangkitkan oleh energi non minyak.
Dewasa ini tenaga panas uap merupakan sumber alternatif pemakaian energi di dalam negeri. Penggunaannya terus meningkat, sedang jumlah persediaan terbatas.

Oleh karena itu perlu diambil langkah-langkah penghematan minyak bumi (bahan bakar fosil) di satu pihak dan di pihak lain pengembangan-pengembangan sumber energi lainnya, seperti PLT-PL ( Pembangkit Listrik Tenaga Panas Laut).


2. Prinsip Kerja

Pada teknologi konversi energi panas laut atau KEPL (Ocean Thermal EnergyConversion, OTEC), siklus Rankine digunakan untuk menarik arus-arus energi termal yang memiliki sekurang-kurangnya selisih suhu sebesar 20oC. Pada saat ini terdapat dua siklus daya alternatif yang dikembangkan, yaitu siklus Claude terbuka dan siklus tertutup.

Siklus terbuka dengan mendidihkan air laut yang beroperasi pada tekanan rendah, menghasilkan uap air panas yang melewati turbin penggerak/generator. Siklus tertutup menggunakan panas permukaan laut untuk menguapkan fluida pengerak dengan Amonia atau Freon. Uap panas
menggerakan turbin, kemudian turbin berkerja menghidupkan generator untuk menghasilkan listrik. Prosesnya, air laut yang hangat dipompa melewati tempat pengubah dimana fluida pemanas tekanan rendah diuapkan hingga menjalankan turbo-generator. Air dingin dari dalam laut dipompa melewati pengubah kedua mengubah uap menjadi cair kemudian dialiri kembali dalam sistem.

Dalam siklus Claude terbuka, air laut digunakan sebagai medium kerja maupun sebagai sumber energi. Air hangat yang berasal dari permukaan laut diuapkan dalam suatu alat penguap (flash evaporator) dan menghasilkan uap air dengan tekanan yang sangat rendah, lk 0,02 hingga 0,03 bar dan suhu kira-kira 20oC. Uap itu memutar sebuah turbin uap yang merupakan penggerak mula bagi generator yangmenghasilkan energi listrik,
Karena tekanan uap itu rendah sekali maka ukuran-ukuran turbin menjadi sangat besar.

Setelah melewati turbin, uap yang sudah dimanfaatkan dialirkan ke sebuah kondensor yang menghasilkan air tawar. Kondensor didinginkan oleh air laut yang berasal dari lapisan bawah permukaan laut. Dengan demikian, metode dengan siklus Claude ini menghasilkan energi listrik maupun air tawar. Masalah dengan metode ini adalah bahwa ukuran-ukuran turbin menjadi sangat besar oleh karena tekanan uap yang begitu rendah. Sebagai contoh, sebuah modul sebesar 10 MW yang terdiri atas penguap, turbin dan kondensor, akan memerlukan ukuran garis tengah dan panjang 100 meter.
Dalam kaitan ini maka metode kedua, yaitu dengan siklus tertutup, merupakan pilihan yang pada saat ini lebih disukai dan digunakan banyak proyek percobaan. Seperti yang terlihat pada gambar 2, air permukaan yang hangat dipompa ke sebuah penukar panas atau evaporator, dimana energi panas dilepaskan kepada suatu medium kerja, misalnya amonia. Amonia cair itu akan berubah menjadi gas dengan tekanan kira-kira 8,7 bar dan suhu lk 21oC. Turbin berputar menggerakkkan generator listrik yang menghasilkan energi listrik. Gas amonia akan meninggalkan turbin pada tekanan kira-kira 5,1 bar dan suku lk 11oC dan kemudian di bawa ke kondensor. Pendinginan pada kondensor mengakibatkan gas amonia itu kembali menjadi bentuk benda cair. Perbedaan suhu dalam rangkaian perputaran ammonia adalah 10oC sehingga rendemen Carnot akan menjadi :

ηC=T2-T1=3,4%

Rendemen ini merupakan efisiensi termodinamika yang baik sekali, namun didalam praktek rendemen yang sebenarnya akan terjadi lebih rendah, yaitu sekitar 2-2,5 %. Pada rancangan-rancangan terkini suatu arus air sebesar 3-5 m3/s baik pada sisi air hangat maupun pada sisi air dingin, diperlukan untuk menghasilkan daya sebesar 1 MW pada generator.

Selain amonia (NH3), juga Fron-R-22 (CHClF2) dan Propan (C3H6) memiliki titik didih yang sangat rendah, yaitu antara -30oC sampai - 50oC pada tekanan atmosfer dan + 30oC pada tekanan antara 10 dan 12,5 Kg/cm2. Gas-gas inilah yang prosfektif untuk dimanfaatkan sebagai medium kerja pada konversi energi panas laut.


3. Perkembangan dan Prospek

Ahli fisika Perancis Jaques d’Arsonval pada tahun 1881 sudah mengemukakan konsep konversi energi panas laut, atau KEPL (ocean thermal energy conversion, OTEC) sebagai salah satu penggunaan dari siklus Rankine. Salah seorang muridnya, yaitu Georges Claude, pada tahun 1930 telah membuat pusat listrik tenaga KEPL di Teluk Matanzas dekat Kuba. Pusat tenaga listrik ini dengan daya 22 KW hanya dapat bekerja selama dua minggu karena dihancurkan oleh sebuah angin topan sehinggapipa untuk masukan airnya rusak total. Proyek itu kemudian dihentikan. Pada tahun 1950an, perusahaan Perancis yakni Societe d’Energie des Mers melanjutkan usaha itu dengan merancang sebuah pusat tenaga listrik di pantai dekat Abidjan, ibukota Pantai Gading (Ivory Coast). Pusat ini tidak jadi dibangun karena harga tenaga listrik yang saat itu rendah sekali dan nampaknya energi nuklirlah yang merupakan jawaban bagi masalah “energi murah”.
Kemudian yang memberikan suatu dorongan kuat kepada perkembangan KEPL adalah kemelut energi yang terjadi pada tahun 1973, sewaktu terdapat embargo minyak yang terjadi di Timur Tengah. Dalam sebuah tulisan majalah ilmiah Physics Today (tahun 1973), ahli fisika Clarence Zenner menyoroti lagi prinsip KEPL dan sangat menganjurkan agar pengembangan KEPL dilanjutkan.

Sejak itu perusahaan besar mulai melanjutkan proyek-proyek KEPL. Di Amerika Serikat misalnya, perusahaan Lockheed, Westinghouse dan General Electric dengan giat melakukan pengembangan prinsip KEPL. Ada pula perusahaan-perusahaan yang mengembangkan bagian spesifik seperti penukar panas. Antara lain Union Carbide, Foster Wheeler, Rockwell dan Alva-Laval. Juga lembaga-lembaga penelitian seperti Batelle dan MITRE memberikan dukungan besar pada pengembangan KEPL.

Pusat energi listrik KEPL terapung pertama di dunia dengan daya sebesar 50 KW beroperasi di lepas pantai kepulauan Hawaii pada tahun-tahun 1980an. Proyek ini merupakan inisiatif perusahaan Lockheed bekerjasama dengan negara bagian Hawaii. Dari Eropa dapat disebut perusahaan-perusahaan Alva-Laval (Swedia), Compagnie Francaise des Petroles-Groupe Total (Perancis, Johnson Group (Swedia), Kockums (Swedia), Micoperi (Italia), Pechiney Ugine Kuhlmann (Perancis) dan Tecnomare (Italia). Studi-studi di Eropa itu sejalan dengan perkiraan yang terdapat di Amerika Serikat bahwa pada jangka menengah atau jangka panjang prinsip KEPL memiliki prospek yang cukup baik. Karenanya direncanakan untuk membuat suatu proyek percobaan di Eropa untuk membangun sebuah pusat tenaga listrik KEPL dengan daya hingga 10 MW. Hal itu juga didukung oleh pemerintah Perancis melalui Centre National pour l’Exploitation des Oceans (CNEXO).

Terdapat masalah yang dihadapi pada pengembangan prinsip KEPL disebabkan rendemen perpindahan panas yang sangat rendah, karena memerlukan jumlah air baik yang hangat maupun yang dingin yang perlu dipindahkan. Untuk sebuah PLTKEPL dengan saya misalnya 100 MW, diperlukan kira-kira 450 m3/s, baik air hangat maupun air dingin yang harus dialirkan malalui pemindah panas.

Jumlah-jumlah air yang besar itu mengakibatkan bahwa berbagai komponen memiliki ukuran-ukuran yang sangat besar pula. Pemindah panas merupakan komponen yang sangat penting dan juga sangat mahal bagi sebuah PLT-PL, meskipun dengan sistem tertutup. Biayanya merupakan kira-kira 1/3 dari biaya keseluruhan pembangkit. Untuk pembangkit dengan daya 100 MW diperlukan untuk suatu luas penukaran panas antara 500.000 dan 1.500.000 m2 material yang digunakan untuk pemindah panas harus terdiri atas bahan penukar panas yang baik. Pada saat ini nampaknya bahwa aluminium, titan dan baja tahan karat merupakan material yang terbaik.

Terjadinya pertumbuhan bebagai organisme pada permukaan pemindah panas merupakan gangguan yang serius terhadap berfungsinya dengan baik sebuah PLTPL, yang akan dengan pesat menurunkan daya dan kemampuannya. Kecepatan pertumbuhan organisme itu tergantung dari material pemindah panas dan juga suhu air hangat. Pengantar
Pipa air dingin merupakan komponen paling menonjol karena ukurannya yang gigantik. Bagi sebuat PLT-PL dengan daya 100 MW, pipa itu akan memiliki garis tengah kira-kira 500 - 600 meter atau lebih. Gaya-gaya hidrolik maupun mekanikal yang terjadi pada pipa air dingin itu sangat besar, terutama pada pipa dengan struktur yang kaku. Juga pengaruh arus dan ombak air laut merupakan masalah yang perlu diperhitungkan. Karenanya juga dicari konsep-konsep dengan pipa yang agak fleksibel.
Pembuatan anjungan (platform) untuk memuat bangunan PLT-PL terapung dapat mempunyai beberapa konfigurasi. Untuk sebuah pusat tenaga listrik dengan daya 100 MW menurut pandangan terkini akan memerlukan suatu konstruksi yang memiliki daya apung sebesar 200.000 sampai 300.000 ton, setara dengan sebuah kapal tangki minyak yang besar. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :


1. Stabilitas dan gerakan-gerakan dari laut.

2. Instalasi dan kemungkinan-kemungkinan penyambungan dari pipa air dingin

3. Berbagai kemungkinan konstruksi

4. Biaya yang diperlukan

Agar anjungan terapung itu tetap berada pada tempatnya dan tidak berpindah pindah mengikuti arus air laut ataupun angin, juga merupakan masalah serius, lebihlebih kerena ukurannya yang serba besar. Salah satu pilihan adalah bahwa anjungan itu memiliki mesin penggerak sendiri sehingga dapat mengatur sendiri posisinya Energi listrik yang dibangkitkan dengan sendirinya dialirkan ke daratan melalui sebuah kabel laut. Perlu ada pengaturan bahwa kabel laut itu tidak mengalami tarikan mekanikal bilamana anjungannya bergerak.

Sebuah PLT-PL terapung kecil yang dinamakan proyek Mini-OTEC beroperasi di lepas pantai kepulauan Keahole Point, Hawaii, Amerika Serikat. Proyek itu merupakan inisiatif dari perusahaan Lockheed Missiles and Space Company serta Negara Bagian Hawaii. Tujuan proyek ini adalah memperlihatkan bahwa sebuah PLT-PL percobaan dengan daya 50 KW dan sistem siklus tertutup merupakan suatu sumber energi yang tidak mengganggu lingkungan. Mini-OTEC ini menggunakan pemindah panas berbahan titanium dan dibuat oleh perusahaan Alfa Laval dari Swedia. Pipa air dingin terbuat dari polietileen dan memiliki garis, tengah 0,71 meter dan panjang 900 meter. Bagian atas pipa dikaitkan pada sebuah pontoon terapung. Pipa air dingin juga berfungsi sebagai jangkar untuk menahan ponton pada tempatnya.


Beroperasinya dengan baik sebuah PLT-PL percobaan dengan daya 100 KW di Pulau Nauru, kepulauan Pasifik, dibangun oleh TEPSCO (Tokyo Electric Power Services Company). Perusahaan tersebut merencanakan akan membangun sebuah PLT-PL lagi yang tidak terapung, melainkan di tepi pantai, dengan daya yang lebih besar yaitu 10 MW. Pembangkit itu direncanakan juga untuk dibangun di Kepulauan Pasifik.

Selanjutnya dapat pula dikemukanan bahwa perusahaan Global Marine mendapat tugas dari Departemen Energi Amerika Serikat untuk mengubah tangker Chipachet menjadi suatu anjungan terapung percobaan bagi sebuah PLT-PL dengan daya 1 MW. Proyek ini dinamakan OTEC-1, dan antara lain akan menguji beberapa konsep pemindah panas pada kondisi lapangan dan terletak juga di lepas Pantai Hawaii. Pipa air dingin pada proyek ini terdiri atas gabungan tiga pipa polietileen (garis tengah masing-masing 1,2 meter) dan panjang 640 meter. Tiap pipa dilalui sebuah kabel baja yang pada ujung bawahnya dilengkapi dengan suatu beban yang berat agar pipa itu senantiasa berada dalam posisi yang vertikal. Kedalaman laut adalah kira-kira 1220 meter.

Suatu rencana untuk membuat proyek PLT-PL Eropa dengan daya 10 MW (OTEC-10) menggunakan anjungan yang terbuat dari beton. Juga diguankan system siklus tertutup dengan amonia sebagai medium kerja. Pipa air dingin memiliki garis tengah 7 meter dan panjangnya 800 meter.

Konsep ini dikembangkan oleh Hollandse Betton Group (HBG) dari Belanda.Beberapa proyek percobaan lain dengan daya 10 MW juga dilakukan di Jepang dan Amerika Serikat. Dapat dikemukakan bahwa semua proyek percobaan menyimpulkan bahwa secara teknis diperoleh hasil-hasil yang cukup memuaskan namun secara ekonomi belum karena harganya masih terlampau tinggi untuk dapat dioperasikan secara komersial. Peningkatan efisiensi terutama dari penukar panas masih perlu dicapai untuk menurunkan ukuran-ukuran pembangkit dan dengan demikian juga menurunkan biayanya.


4
. Konversi Energi Panas Lautan

Lautan selalu dipanasi oleh sinar matahari.70% dari permukaan bumi adalah lautan, perbedaan suhu ini mengandung sangat banyak energy matahari yang sangat berpotensi sekali untuk digunakan manusia. Jika sistem ini dapat dimanfaatkan dalam skala besar, maka ini akan menjadi solusi dari masalah krisis energi di bumi. Total energi yang tersedia memiliki nilai yang lebih besar dari pemanfaatan energi yang lain seperti kekuatan ombak, tetapi perbedaan suhu yang sangat kecil yang hanya sekitar 20°C membuat pemanfaatannya menjadi sulit dan mahal. OTEC sistem hamya mempunyai efisiensi yang hanya sekitar 1-3%. Konsep dari mesin kalor sangat dikenal dalam dunia keteknikan, dan agaknya sebagian besar energi yang digunakan oleh manusia saat ini adalah dari mesin kalor. Sebuah mesin kalor yang digunakan ditempatkan di antara reservoir suhu tinggi(seperti kontainer) dan reservoir suhu rendah. Perbedaan suhu dari kedua reservoir ini akan menyebabkan aliran kalor yang dapat melakukan usaha. Hal ini memiliki prinsip yang sama seperti turbin uap dan mesin pembakaran, juga lemari es yang melawan aliran kalor alami dengan “menghabiskan” energi. Sama seperti energi kalor dari pembakaran bahan bakar, OTEC menggunakan perbedaan suhu oleh penyinaran matahari pada permukaan laut sebagai bahan bakarnya. Sejarah OTEC, Meskipun terdengar asing dan baru di telinga kita, teknologi OTEC bukanlah sesuatu hal yang baru. OTEC telah dikenal sejak akhir tahun 1800-an. Pada tahun 1881, Jacques Arsene d’Arsonval, seorang fisikawan perancis, meneliti tentang energi panas dari laut.Adalah murid d’Arsonval,George Claude yang sebenarnya pertam kali membangun OTEC di Kuba tahun 1930. Sistem ini menghasilkan daya listrik sebesar 22kW dengan turbin tekanan rendah. Pada tahun 1935, Claude Membangun pembangkit lain, kali ini di pantai Brazil. Cuaca dan ombak menghancurkan kedua pembangkit itu sebelum mereka dapat membangun generator jaringan daya. (Jaringan daya adalah daya yang dihasilkan setelah dikurangi daya untuk sistem itu sendiri). Pada tahun 1956, para fisikawan perancis mendesain tiga pembangkit listrik MW untuk Abidjan, Pantai Gading. Pembangkit ini sendiri tidak pernah diselesaikan, ini disebabkan biaya yang digunakan terlalu mahal. Pada tahun 1960, J.Hilbert Anderson dan James H. Anderson, Jr memulai untuk mendesain sebuah siklus untuk menyempurnakan apa yang telah Claude mulai. Mereka berfokus pada pengembangan hal baru,desain komponen yang lebih efisien. Amerika Serikat memulai riset OTEC pada tahun 1974, ketika Laboratorium Energi Alam Hawaii dibangun di Keahole, Kona Coast di Hawaii. Laboratorium ini menjadi salah satu laboratorium penelitian OTEC terdepan. Pada tahun 1978, Richard Meyer menjadi orang ynag paling dikenal dalam penelitian OTEC. Jepang juga melanjutkan untuk mendanai riset dan pengembangan teknologi OTEC. India merencanakan sebuah MW OTEC lepas laut dekat Tamil Nadu. Pemerintahnya sendiri melnjutkan untuk mensponsori bermacam-macam riset dalam pengembangan fasilitas OTEC.

5. Cara Kerja OTEC

Berdasarkan lokasinya OTEC dapat dibagi menjadi 3,yaitu:

1. land based plant

2. Shelf based Plant.

3. Floating Plant Berdasarkan cara kerja yang digunakan Open Cycle Closed Cycle Hybrid Cycle Air laut dingin merupakan unsur utama dari masing-masing type OTEC tadi.


6. Closed-Cycle Kerja OTEC

Closed-cycle system menggunakan fluida dengan titik didih rendah, seperti ammonia, untuk memutar turbin guna membangkitkan listrik.Air laut permukaan yang hangat dipompa melewati sebuah heat exchanger (penukar panas) dimana fluida dengan titik didih rendah tadi diuapkan. Hasil penguapan tadi kemudian kembali ke turbo generator. Kemudian air dingin dari dasar lautan dipompa melewati heat exchanger yang kedua, mengembunkan hasil penguapan tadi menjadi fluida lagi, dimana siklus ini berputar terus menerus. Pada tahun 1949, Laboratorium Energi alam dan beberapa private-sector partner mengembangkan eksperimen tentang mini OTEC, dimana pada riset ini tercapai kesuksesan pertama dalam memproduksi jaringan listrik dari sistem ini. Pipa-pipa dari mini OTEC melintasi lebih dari 1.5mil di pantai hawaii dan memproduksi cukup jaringan listrik untuk menghidupkan menara mercu suar, dan menyalakan beberapa TV dan komputer di pulau itu. Kemudian, Laboratorium energi Alam di tahun 1999 menguji coba 250kW pembangkit OTEC dengan sistem Closed-cycle, terbesar yang pernah dioperasikan.Sejak saat itu tidak ada lagi uji coba OTEC karena OTEC ini berhasil menyupkai energi secara terus menerus. Di luar Amerika Serikat, pemerintah India telah mengambil langkah aktif dalan riset OTEC. India telah membangun dan merencanakan uji coba 1 MW closed-cycle lepas pantai.


7. Open-Cycle OTEC

Pada cycle ini menggunakan air kaut permukaan yang hangat untuk membangkitkan listrik.Ketika air laut hangat dipompakan ke dalam kontainer bertekanan rendah, air ini mendidih. Uap yang mengembang menggerakkan turbin tekanan rendah untuk membangkitkan listrik.Uap ini, meninggalkan garam-garam di belakang kontainer. Jadi uap ini hampir merupakan air murni.Uap ini kemudian dikondensasikan kembali dengan menggunakan suhu dingin dari air dasar laut. Pada tahun 1984, Laboratorium energi terbaharui mengembangkan vertikal-spout evaporator guna mengubah air laut menjadi uap bertekanan rendah untuk pembangkit Open-cycle. Efisiensi konversi ini mencapai 97% dari mengubah air laut menjadi uap bertekanan rendah. HYBRID SYSTEM, Sebuah sistem hybrid menggabungkan keungulan-keunggulan dari kedua sistem yang telah kita bahas tadi. Pada sistem Hybrid, aior laut hangat memasuki vacuum chamber dimana ini diubah menjadi uap, yang mirip dengan penguapan dari Open-cycle system. Uap akan membuat fluida melalui siklus closed-cycle. Uap dari fluida akan menggerakkan turbin yang akan menghasilkan listrik,Uap lalu dikondensasi di Heat-exchanger dan menghasilkan air desalinasi. Proses ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk industri pembuatan Methanol, hydrogen dan lain-lain.


8. Keuntungan Lain dari Teknologi OTEC

OTEC memiliki beberapa keunggulan daripada teknologi yang lain,yaitu diantaranya:

  1. Air Conditioning Air laut dingin (5°C) yang digunakan dalam OTEC memberi peluang dalam penyediaan jumlah yang besar untuk digunakan sebagai pendingin ruangan sebuah bangunan. Ini dapat dilakukan dengan perkiraan pipa berdiameter 0.3 meter dapat membawa 0.08 meter kubik air per sekon. Jika air 6°C dilewatkan ke beberapa pipa, maka akan dapat menyediakan lebih dari cukup pendingin udara untuk gedung-gedung besar. InterContinental Resort dan Thalaso-spa di kepulauan Bora-Bora menggunakan system OTEC untuk pendingin udaranya.

  2. Pertanian tanah dingin Teknologi OTEC juga dapat mendukung pertanian tanah dingin. Ketika air laut dingin mengalir melalui pipa di dalam tanah, maka air ini akan mendinginkan tanah di sekitarnya.Perbedaan suhu akar tanaman di tanah yang dingin dengan daunnya di udara yang hangat memenyebabkan tanaman ini dapat hidup di daerah subtropic. The Natural Energy Laboratory telah membuat sebuah kebun dekat pembangkit OTEC dengan 100 jenis buah-buahan dan sayuran, yang sebagian besar tidak dapat hidup di Hawaii.

  3. Perikanan Perikanan diharapkan menjadi produk terbaik dari hasil samingan OTEC. Ikan yang hidup di air dingin seperti Salmon dan Lobster mendapat banyak nutrisi akibat dari proses OTEC.

  4. Penyulingan air Air sulingan dapat diproduksi di pembangkit open atau hybrid-cycle menggunakan kondenser permukaan. Di kodenser,uap yang disimpan dikondensasi dengan kontak tak langsung dengan air laut dingin. Proses ini relatif lebih bebas dari pencemaran dan bisa dijual kepada masyarakat sekitar .

  5. Produksi Hydrogen f. Extraksi Mineral


9. Prospek di Indonesia

Minyak merupakan sumber energi utama di Indonesia. Pemakaiannya terus meningkat baik untuk komoditas ekspor yang menghasilkan devisa maupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negri. Sementara cadangannya terbatas sehingga pengelolaannya harus dilakukan seefisien mungkin. Karena itu ketergantungan akan minyak bumi untuk jangka panjang tidak dapat dipertahankan lagi sehingga perlu ditingkatkan pemanfaatan energi baru dan dan terbarukan. Energi baru dan terbarukan adalah energi yang pada umumnya sumber daya nonfosil yang dapat diperbarui atau bisa dikelola dengan baik, maka sumber dayanya tidak akan habis.

Laut selain menjadi sumber pangan juga mengandung beraneka sumber daya energi. Kini para ahli menaruh perhatian terhadap laut sebagai upaya mencari jawaban terhadap tantangan kekurangan energi diwaktu mendatang dan upaya menganekakan penggunaan sumber daya energi. Kesenjangan antara kebutuhan dan persediaan energi merupakan masalah yang perlu segera dicari pemecahannya. Apalagi mengingat perkiraan dan perhitungan para ahli pada tahun 2010-an produk minyak akan menurun tajam dan bisa menjadi titik awal kesenjangan energi.

Berdasarkan letak penempatan pompa kalor, konvensasi energi panas laut dapat diklasifikasikan menjadi tuga tipe, yaitu :

  1. konvensasi energi panas laut landasan darat.

  2. konvensasi enegi panas laut landasan permanent.

  3. konvensasi energi panas laut terapung kapal.

Konvensasi energi panas laut landasan darat alat utamanya didarat, hanya sebagian kecil peralatan menjorok kelaut. Kelebihan system ini adalah dayanya lebih stabil dan pemeliharaannya lebih mudah. Kekurangan system jenis ini membutuhkan keadaan pantai yang curam, agar tidak memerlukan pipa air dingin yang panjang.

Untuk konvensasi energi panas laut terapung landasan permanent, diperlukan system penambat dan system transmisi bawah laut , sehingga permasalahan utamanya pada system penambat dan transmisi bawah laut yang mahal. Jenis ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan. Perkembangan teknologi konversi energi panas laut di Indonesia baru mencapai status penelitian, dengan jenis konversi energi panas laut landasan darat dan dengan kapasitas 100 kw, lokasi di Bali Utara.

Secara umum kendala pada teknologi konversi panas laut adalah efisiensi pemompaan yang masih rendah, korosi pipa, bahan pipa air dingin, dan biofouling, yang semuanya menyangkut investasi. Selain itu kajian sumber daya kelautan masih terbatas terhadap langkah pengembangan konversi enrgi panas laut.


10. Analisa

Keuntungan bagi sisi pemerintah :

  1. pemanfaatan energi baru, seprti tenaga panas laut, akan mengurangi ketergantungan akan BBM atau batu bara yang cadangannya diperkirakan akan habis dalam beberapa tahun mendatang.

  2. penelitian ini akan melibatkan instansi-instansi yang terkait / departemen sehingga diharapkan akan memberikan sumbangsihnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

  3. penggunaan teknologi ini akan mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat emisi gas buang dari produk BBM atau batu bara.

  4. setiap proyek yang akan dibangun nantinya akan mengurangi pengangguran, Karena tentunya akan menyerap banyak tenaga kerja

Keuntungan bagi penyedia listrik (PT PLN):

  1. Merupakan solusi alternative untuk masa yang akan datang, sekiranya produk BBM atau batu bara yelah berhenti.

  2. Mengurangi ketergantungan akan BBM atau batu bara sebagai bahan baku dalam memproduksi listrik.

  3. Jika dimanfaatkan secara optimum, maka dengan efisiensin sekitar tiga persen maka Indonesia menghasilkan 240.000 MW dari total potensi panas laut yang ada.

  4. Hasil sampingan berupa air tawar tentu dapat dimanfaatkan untuk produksi air minum bersih untuk didayakan oleh PLN.

Keuntungan bagi konsumen:

  1. Konsumen akan merasa lega akan kontinuitas penyediaan energi listrik untuk beberapa waktu mendatang.

  2. Konsumen dapat merasakan hasil yang diperoleh dari panas laut dengan jangka waktu yang lama.

Kendala:

  1. Untuk mengubah suatu system ketenaga listri dari BBM dan batu bara menjadi panas laut dibutuhkan biaya investasi yang sangat besar.

  2. Efisien pembangkit tenaga panas laut (PLT-PL) yang masih dibawah 5 % tentu bukan merupakan kabar yang baik semua pihak.

  3. Belum ada investor yang bersedia menanamkan investasinya untuk proyek pembuatan pembangkit tenaga panas laut (PLT-PL)

  4. Adanya gangguan alam didaerah lau atau pantai akan merugikan system kelistrikan dengan teknologi panas laut.

  5. Biaya produksi akan tinggi sehingga tidak mau jika pemerintah melakukan subsidi, maka budget APBN akan tersedot untuk biaya subsidi.


11. KESIMPULAN

Sejak tahun 1973, yaitu terjadinya kemelut energy yang di akibatkan oleh naiknya harga minyak yang sangat tinggi, teknologi pembangkit tenaga listrik dengan prinsip konversi energy panas laut (KEPL) mengalami perkembangan yang relative pesat. Tujuan pengembangan generasai pertama PLT_PL banyak yang dicapai. Sebuah proyek percobaan terapung mini-OTEC dengan daya 50 KW yang beroperasi dilepas pantai kepulauan Hawaii memberikan hasil yang positif. Proyek-proyek lain dengan daya 1 MW juga berhasil dengan baik.

Diharapkan bahwa proyek-proyek percobaan dengan daya yang lebih besar, yaitu 10 MW yang kini sedang dikerjakan juga akan menghasilkan hasil yang baik. Masalah utama adalah bahwa rendemen, atau efisien termal, dari penukar panas masih rendah sekali sehingga semua ukuran mernjadi sangat besar dan dengan sendirinya menjadikan biaya PLT-PL masih relative mahal. Diperkirakan masih akan memerlukan waktu yang lama sebelum pembangkit tenaga listrik jenis ini dapat dioperasikan secara komersial. Untuk Indonesia, potensi akan enegi panas laut adalah besar karena Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan. Daerah yang pada waktunya dapat memanfaatkan energi ini adalah misalnya kepulauan Maluku yang lautannya memiliki kedalaman yang besar.



DAFTAR PUSTAKA



-Kadir, Abdul. 2005. Teknologi Konversi Energi Panas Laut : Prinsip,
Perkembangan dan Prospek.

-http://erywijaya.web.ugm.ac.id/?page_id=24

-http://en.wikipedia.org/wiki/Ocean_thermal_energy_conversion